Banda Aceh, bertanya.id – Pemerintah Aceh menegaskan tidak pernah mengeluarkan kebijakan yang melarang atau mempersulit masuknya bantuan dari negara luar dalam penanganan bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah wilayah di Tanah Rencong. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, menekankan bahwa Aceh terbuka terhadap dukungan internasional selama bertujuan untuk mempercepat pemulihan daerah terdampak.
“Saya rasa tidak ada halangan. Tidak ada intervensi, tidak ada larangan. Mereka membantu kita, masak kita persulit, kan bodoh,” kata Mualem, Minggu (7/12/2025), menegaskan sikap pemerintah daerah.
Menurutnya, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan mengenai hambatan atau penahanan bantuan luar negeri di pintu masuk Aceh. Pemerintah daerah, lanjutnya, justru mendorong agar seluruh proses administrasi dan distribusi bantuan dipangkas sehingga bisa langsung digunakan untuk mendukung penanganan darurat maupun rehabilitasi.
Sebagai contoh, ia menyebut pengiriman obat-obatan dan peralatan kesehatan dari Kuala Lumpur, Malaysia yang sejauh ini berjalan tanpa kendala. “Yang jelas bantuan dari luar kita usahakan dengan cepat,” ujarnya.
Kebutuhan pascabencana, menurut Mualem, masih sangat tinggi, terutama terkait ketersediaan tenaga medis. Ia menyebut sumber daya kesehatan di Aceh terbatas, sementara jumlah pengungsi dan pasien yang membutuhkan perawatan terus bertambah. “Lebih-lebih tenaga medis, dokter juga kurang,” kata dia.
Mualem merinci empat daerah yang mengalami kerusakan terparah dari total 18 kabupaten/kota terdampak, yaitu Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Aceh Tengah. Kawasan-kawasan tersebut mengalami kerusakan dari wilayah hulu hingga pesisir.
“Mereka itu dari hulu sampai ke laut habis semua,” tegasnya.
Pemerintah Aceh berkomitmen mempercepat pemulihan dengan mengandalkan kolaborasi lintas lembaga, termasuk dengan mitra internasional, sembari terus mengidentifikasi kebutuhan mendesak di area terdampak bencana.***