zmedia

Empat Jurnalis Alami Dugaan Pelanggaran Hak Penumpang

Bandung, bertanya.id - Empat jurnalis media daring melaporkan dugaan perlakuan tidak adil saat melakukan perjalanan antarkota menggunakan bus PO Sugeng Rahayu pada Kamis (27/11/2025) malam. Keempatnya diminta berpindah ke bus lain saat tiba di Terminal Nganjuk, Jawa Timur, meski telah memegang tiket sah dan telah menyepakati rute tujuan sejak keberangkatan dari Bandung.

Para jurnalis tersebut adalah Totok (Bidik Nasional), Mochammad Suhadak dan Miftakh Khuroji (Majanews), serta Beni Sutrisno (Pewarta88). Mereka berangkat dari Terminal Cicaheum, Bandung, dengan tujuan Kertosono (Nganjuk) dan Mojokerto. Namun setiba di Nganjuk, Totok—yang bepergian dengan istrinya—diminta turun dengan alasan bus tidak melintasi Kertosono. Tiga jurnalis lainnya juga diberitahu bahwa bus akan langsung menuju Surabaya melalui jalan tol, sehingga tidak berhenti di Terminal Mojokerto.

“Saya sudah bilang sebelum beli tiket, tujuan saya Terminal Mojokerto. Harga disepakati Rp 380.000 per orang,” ujar Suhadak dalam perdebatan dengan pegawai PO di terminal.
Dalam cekcok tersebut, pegawai bus bersikeras bahwa armada tersebut hanya melayani rute Bandung–Surabaya. Hal itu memicu dugaan bahwa tiket yang diterbitkan untuk para jurnalis merupakan produk dari praktik penjualan tiket di luar jalur agen resmi, termasuk kemungkinan adanya penarikan tarif serta penetapan trayek yang tidak sesuai prosedur.

Seorang petugas yang mengaku pengawas terminal turun tangan menengahi perselisihan. Ia menegaskan bahwa tiket yang dipegang para jurnalis bukan diterbitkan oleh agen resmi PO Sugeng Rahayu.

“Agen resmi tidak berani narik tarif segitu. Seribu rupiah pun tidak berani,” ucapnya.

Pengawas tersebut menambahkan bahwa pejabat PO di Terminal Nganjuk tidak memiliki kewenangan menyelesaikan perselisihan, sebab tiket yang dialihkan hanya berlaku untuk trayek Nganjuk–Surabaya. Ia kemudian meminta para jurnalis menghubungi Dadang, penjual tiket di Cicaheum yang disebut sebagai “biro jasa” dan tidak mewakili kebijakan resmi PO.

Pihak PO sempat menyampaikan permohonan maaf serta menawarkan penggantian biaya oper bus, namun tawaran tersebut ditolak oleh para jurnalis.

Totok menegaskan bahwa mereka akan menempuh langkah hukum lanjutan. “Kami akan konfirmasi ke dinas terkait. Kami juga akan berkoordinasi dengan penasihat hukum kami,” ujarnya.

Peristiwa tersebut terjadi setelah mereka menghadiri Diklat dan HUT ke-5 Media Independen Online (MIO) Indonesia di Bogor, sebuah organisasi yang menaungi perusahaan media independen di berbagai daerah.

Usai insiden mencuat ke publik, rujukan normatif yang sering disebut adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Pasal 141 dan 142 menegaskan hak penumpang atas layanan yang aman, nyaman, serta bebas perlakuan diskriminatif. Regulasi tersebut juga mengatur kewajiban penyelenggara angkutan umum untuk memenuhi standar pelayanan, termasuk kejelasan trayek dan kepastian tarif.

Meski demikian, aspek yuridis terkait dugaan pelanggaran hak penumpang, keabsahan tiket, serta kemungkinan pelanggaran administrasi dan pidana, masih menjadi ranah lembaga pengawas serta proses hukum yang akan ditempuh para pihak.***