zmedia

Disdik Bandung Tegaskan: Hukuman Fisik di Sekolah Bukan Solusi, Pendidikan Harus Humanis

BANDUNG, bertanya.id - Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung menegaskan komitmennya untuk menegakkan Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat yang melarang guru memberikan hukuman fisik kepada siswa di sekolah. Aturan ini berlaku di semua jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMA/SMK, termasuk madrasah di bawah Kementerian Agama.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Asep Saeful Gufron, mengatakan pihaknya telah mengumpulkan seluruh kepala sekolah untuk menindaklanjuti dan mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada para guru.
“Dalam menyikapi hal itu, kita tidak mengedepankan tindakan fisik, tapi lebih kepada pendekatan edukatif,” ujar Asep, Selasa (11/11/2025).
Menurutnya, Pemkot Bandung kini tengah fokus menjalankan program penguatan karakter, terutama bagi siswa kelas IX.

Dari Teguran ke Edukasi

Asep menjelaskan, selama dua minggu ke depan Disdik akan gencar mengomunikasikan kebijakan baru ini kepada guru dan peserta didik. Fokusnya bukan sekadar menghapus hukuman fisik, tapi juga membangun pembelajaran berbasis karakter, tanggung jawab, dan empati.
“Tidak ada lagi alasan bagi guru untuk melakukan tindakan fisik ketika menghadapi pelanggaran siswa. Pendekatannya harus lebih humanis dan edukatif,” tegasnya.

Ia menambahkan, jauh sebelum SE Gubernur terbit, Disdik Bandung sebenarnya sudah mengusung semangat yang sama. Para kepala sekolah secara rutin diingatkan untuk membina guru agar memilih sanksi yang bersifat mendidik, bukan menakut-nakuti.
“Kalau ada siswa melanggar, bisa diajak berdiskusi, refleksi, atau melakukan kegiatan yang menumbuhkan karakter,” tuturnya.

Sanksi Sosial, Bukan Hukuman Fisik

Sebagai bentuk penerapan, Disdik Bandung mendorong penerapan sanksi sosial ketimbang hukuman fisik. Misalnya, siswa yang membuang sampah sembarangan diminta membersihkan area tersebut, atau yang melakukan vandalisme wajib mengecat ulang dinding yang dirusak.
“Jadi sanksinya tetap mendidik dan menumbuhkan rasa tanggung jawab,” kata Asep.

Libatkan OSIS hingga Paskibra

Dalam hal pengawasan, Asep menegaskan pentingnya kolaborasi seluruh unsur sekolah dari guru, kepala sekolah, hingga organisasi siswa seperti OSIS, Pramuka, PMR, dan Paskibra.
“Anak-anak yang aktif di organisasi sekolah bisa menjadi penggerak dalam menumbuhkan empati dan kepedulian antarsesama siswa,” jelasnya.
Pendekatan ini juga diharapkan mampu mencegah perundungan dan kekerasan di lingkungan pendidikan.

Tim Khusus Anti-Bullying

Disdik Bandung pun telah membentuk tim khusus penanganan perundungan di sekolah. Tim ini bekerja memantau kondisi psikologis dan sosial siswa agar proses belajar mengajar berjalan aman dan nyaman.
“Kami terus berkoordinasi dengan sekolah agar tidak ada lagi tindakan fisik, baik dari guru maupun antarsiswa. Semua harus diselesaikan dengan pendekatan edukatif,” tandas Asep.**