Bertanya.Id, Bandung -- Saat pertama kami mendengar Prof. Abdul Mu'ti (Mentri Pendidikan Dasar dan Menengah Indonesia) menyampaikan gagasannya tentang Pembelajaran Mendalam (Deep Learning), dan menyimak lebih seksama penjelasan tentang mindful learning, meaningful learning dan Joyful learning. Saya merasa konsep itu tidak asing di telinga saya.
Saya teringat, waktu itu sekitar akhir tahun 2005, saya baru bergabung di Yayasan Muthahhari. Dalam sebuah Workshop Kepala Sekolah SMA Plus Muthahhari sekaligus Pendiri Yayasan Muthahhari, Allah yarham Dr. Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal) menjelaskan tentang konsep Belajar Berbasis Otak /Brain Based Learning. Tak sekedar gagasan, teori Belajar Berbasis Otak telah beliau tuliskan dalam sebuah buku yang berjudul Belajar Cerdas, kami guru-guru mendapat hadiah buku beliau yang saat itu langsung best seller. Selanjutnya Belajar Berbasis Otak menjadi ruh di sekolah, kami membaca bukunya, lalu dibimbing dan dilatih untuk merancang program pembelajaran berbasis otak dan mengaplikasikannya saat mengajar murid-murid.
Hari ini Selasa tanggal 8 Juli 2025 Yayasan Muthahhari mengadakan kegiatan Lokakarya yang dihadiri oleh semua guru dari sekolah-sekolah di bawah Yayasan Muthahhari yaitu Sekolah Cerdas Muthahhari, SMP Plus Muthahhari, SMP Bahtera dan SMA Plus Muthahhari. Membuka kegiatan Lokakarya Pak Iqbal sebagai ketua Yayasan Muthahahri, merefresh kembali ingatan kami tentang konsep Brain Based Learning dan kesamaannya dengan Deep Learning yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.
Apa sajakah kesamaan konsep Deep Learning dan Brain Based Learning??
Konsep mindful learning, menekankan kesadaran penuh dan keterlibatan utuh dalam proses belajar, memiliki kesesuaian mendalam dengan pendekatan Kang Jalal yang menempatkan kesadaran emosional dan pengelolaan fokus sebagai inti belajar. Dalam Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak, Kang Jalal menjelaskan bahwa otak hanya menyerap informasi secara optimal ketika individu berada dalam kondisi sadar, tenang, dan hadir sepenuhnya---tanpa distraksi. Ini sejajar dengan prinsip mindfulness dalam pembelajaran, di mana siswa tidak hanya "mengikuti pelajaran", tetapi mengalami dan menyadari proses belajarnya secara penuh.
Sementara itu, konsep meaningful learning dalam deep learning menekankan pentingnya pembelajaran yang relevan, kontekstual, dan terhubung dengan pengalaman hidup siswa. Ini memiliki irisan kuat dengan pendekatan Kang Jalal yang berpijak pada makna personal dan keterlibatan emosi. Belajar yang berbasis otak, menurut Kang Jalal, harus menyentuh sistem limbik (pusat emosi otak), karena informasi yang emosional dan bermakna akan lebih mudah ditangkap, disimpan, dan diolah otak. Artinya, baik deep learning maupun brain-based learning sepakat bahwa belajar yang tidak bermakna akan mudah hilang, dan hanya belajar yang membekas secara emosional-lah yang benar-benar melekat dalam ingatan jangka panjang.
Lalu pada ranah joyful learning, yakni belajar yang menyenangkan dan membuat siswa merasa nyaman, bahagia, dan antusias, Kang Jalal justru sudah menekankan hal ini jauh sebelumnya dari perspektif neurosains. Ia menjelaskan bahwa suasana belajar yang menyenangkan dapat mengaktifkan produksi dopamin dan endorfin, dua senyawa kimia dalam otak yang memperkuat memori dan meningkatkan motivasi. Dengan demikian, suasana belajar yang menyenangkan bukanlah sekadar "hiburan", tetapi merupakan mekanisme biologis penting dalam efektivitas pembelajaran.
Kesamaan ketiga konsep ini menunjukkan bahwa meskipun Deep Learning hadir sebagai istilah baru dalam kebijakan pendidikan nasional, substansinya telah lama dirintis oleh Kang Jalal dalam karya-karya dan praktik pendidikannya. Di Sekolah Muthahhari, prinsip-prinsip ini telah dijalankan sejak lebih dari satu dekade lalu---menggabungkan pendekatan ilmiah tentang cara kerja otak, sentuhan emosional dalam proses belajar, dan kesadaran spiritual yang memperkaya makna belajar itu sendiri.
Menguatkan materi Pak Iqbal tentang belajar berbasis otak, Pada sesi ke-2 Pak Miftah mengajak guru-guru melakukan brainstorming tentang inovasi pembelajaran apa saja yang sudah diterapkan di sekolah-sekolah Muthahhari. Kami dibagi menjadi 10 kelompok, dan setiap kelompok menuliskan 10 inovasi pembelajaran yang di Muthahhari. Hanya dalam waktu kurang lebih 10 menit, guru-guru dengan cepat menuliskannya, banyaknya inovasi yang telah dilakukan di Muthahhari membuat guru-guru mudah mengingatnya dan ditemukan banyak sekali inovasi pembelajaran yang ditulis dari setiap kelompoknya.
Melaksanakan pembelajaran berbasis otak, dimulai dengan mengetahui macam-macam hormon yang dihasilkan oleh otak dan bagaimana menghasilkan hormon tersebut termasuk bagaimana menjegah kekurangan atau kelebihan hormon agar proses belajar menjadi mindful, meaningful dan joyful.
Salah satu hormon yang dihasilkan otak adalah hormon oksitosin disebut juga hormon cinta. Hormon oksitosin sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran agar anak-anak merasa joyful atau fun learning. Hormon ini akan muncul jika terjadi bonding antara guru dan murid, seperti ada interaksi secara personal, pelukan (guru dan murid yang satu gender), ada sapaan hangat, senyuman dan lain sebagainya. terjalinnya bonding yang kuat antara guru dan murid adalah salah satu ciri melekat dari karakter guru-guru di Muthahhari
Selain hormon oksitosin ada juga hormon dopamine, endorphin dan lain-lain. Tentang hormon dan otak ini telah di jelaskan oleh Kang Jalal sejak tahun 2005. Penjelaskan tentang hormon yang diperlukan saat belajar dan cara menghasilkannya untuk mendukung proses pembelajaran ini akan saya tuliskan dalam artikel berikutnya, atau teman-teman bisa membaca buku Belajar Cerdas, belajar berbasis Otak Karya Kang Jalal.(Iis**)
(Red.uus)